IHSG Bangkit di Akhir Pekan, Pasar Cermati Risiko Global dan Tekanan Eksternal
Detiktoday.com — Setelah tertekan selama delapan sesi perdagangan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan mengalami pembalikan arah dan berpotensi menguat pada penutupan akhir pekan ini. Perdagangan Jumat pagi dibuka dengan sentimen positif, membawa indeks ke zona hijau.
Hingga pukul 10.30 WIB, IHSG sempat menyentuh level 6.849, naik dari posisi penutupan Kamis di 6.827. Kepala Riset Ritel BNI Sekuritas, Fanny Suherman, menyebutkan peluang technical rebound masih terbuka lebar selama indeks mampu bertahan di atas level support kunci 6.800.
“IHSG hari ini berpeluang menguat secara teknikal, dengan kisaran support di 6.770–6.800 dan resistance di 6.850–6.925,” jelas Fanny dalam analisis pagi ini.
Penurunan indeks sebesar 1,42 persen pada perdagangan Kamis kemarin terjadi bersamaan dengan aksi jual bersih investor asing senilai Rp906 miliar. Saham-saham unggulan sektor perbankan seperti BMRI, BBRI, dan BBNI menjadi target utama net sell, disusul TLKM dan ASII.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, menilai koreksi ini sebagai respons wajar terhadap reli yang terjadi sejak awal April. Menurutnya, lonjakan cepat IHSG tidak sejalan dengan potensi pelemahan ekonomi nasional dalam beberapa kuartal mendatang.
“Fundamental ekonomi saat ini menunjukkan adanya tekanan, terutama dari sisi pertumbuhan ekonomi dan cadangan devisa,” kata Rully.
Data terbaru menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kuartal I-2025 tumbuh di bawah ekspektasi, sementara cadangan devisa merosot signifikan sebesar USD4,6 miliar menjadi USD152,5 miliar per April.
Rully menyebut penurunan devisa ini sebagai imbas dari tekanan nilai tukar Rupiah yang sempat menyentuh Rp17.200 per dolar AS, dipicu oleh pernyataan kontroversial Presiden AS Donald Trump terkait “Liberation Day”.
Meski stabilitas Rupiah saat ini relatif membaik, potensi gejolak masih mengintai.
“Volatilitas mata uang sangat mungkin kembali meningkat, seiring dengan tensi perang dagang global dan dampaknya terhadap surplus neraca perdagangan serta defisit transaksi berjalan,” tutup Rully.