“Misteri Tanah Suku Raimuti Farukbesi Bakustulama: Konflik Kepemilikan Tanah yang Mengancam Keharmonisan Antara Anak Suku”
Belu, detiktoday.com – Kasus konflik kepemilikan tanah di desa Bakustulama, kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin memuncak seiring dengan belum ditemukannya titik terang pada kasus ini. Konflik ini didasari oleh klaim kepemilikan tanah oleh Gabriel Moruk terhadap tanah yang sejak turun-temurun dimiliki oleh keluarga Raphael Fahik, SH yang merupakan keluarga asli dari suku Raimutik Farbesi.
Suku Raimutik Farbesi memiliki rumah adat atau yang disebut dengan Pamali yang berada di atas tanah yang sekarang diperkarakan. Dalam klarifikasi dari Raphael Fahik, SH, ia menegaskan bahwa ia dibesarkan di tanah ini dan ia ingin memperbaiki rumah Pamali yang sudah dirusak, bukan untuk memiliki atau mengklaim kepemilikan tanah tersebut.
Untuk menyelesaikan masalah kepemilikan tanah ini, diperlukan tindakan dan kesepakan dari semua pihak yang terkait. Pemerintah Daerah harus memastikan bahwa aturan-aturan turunan agraria dapat diterapkan dengan benar dan sesuai hukum untuk mencegah hal serupa terjadi di masa depan. Beserta dengan Kantor Pertanahan setempat, Pemerintah Daerah harus memastikan bahwa setiap transaksi kepemilikan tanah didaftarkan dengan benar dan sesuai hukum untuk mencegah adanya kepemilikan tanah yang tidak sah.
Dalam hal ini, masyarakat juga harus memahami prosedur pendaftaran tanah dan menghindari transaksi kepemilikan tanah yang tidak sah. Kesadaran masyarakat akan pedoman hukum yang berlaku harus ditingkatkan karena hal ini sangat penting dalam mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Serta jangan lupa untuk menjaga persatuan dan kesatuan antar warga, karena dengan demikian kita dapat menjaga perdamaian dan membantu menyelesaikan konflik yang timbul di antara masyarakat.
Masalah tanah di Indonesia tidak dapat di anggap remeh, terdapat banyak kasus serupa terjadi hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia. Ada banyak kejadian dimana tidak terdokumentasi dengan baiknya tentang kepemilikan tanah, karena secara turun temurun tanah tersebut dimiliki oleh keluarga dan tidak adanya sertifikat yang menyatakan bahwa tanah tersebut dijabat oleh satu keluarga.
Pemerintah Daerah dan Kantor Pertanahan setempat sangatlah penting dalam menjaga penerapan hukum agar dapat menciptakan keseimbangan dan kesetaraan antara warga pada khususnya. Hal ini dapat membantu masyarakat terhindar dari konflik dan menjaga keamanan lingkungan kampung.
Dalam kasus desa Bakustulama, suku Raimutik Farbesi harus segera menemukan sebuah solusi yang baik dan dapat diterima oleh semua pihak secara adil dan sesuai hukum. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengambil peran untuk memonitor keadaan suasana yang terjadi di desa, karena hal ini dapat membantu menghindarkan timbulnya konflik-konflik yang tidak diinginkan di desa. Sebuah pertemuan antara masyarakat adat dan masyarakat desa juga sangat penting agar dapat terciptanya suatu kerjasama yang efektif dalam mengatasi masalah seperti ini.
Kasus-kasus yang serupa seperti kasus di desa Bakustulama harus masuk dalam nominasi prioritas agenda utama Pemerintah Daerah, karena kasus ini sangat penting untuk menjaga perdamaian di masyarakat dan mencegah konflik-konflik yang lebih besar. Pemerintah Daerah, Kantor Pertanahan, dan masyarakat dapat bekerja sama dalam menyelesaikan perselisihan kepemilikan tanah di desa, dan pada akhirnya menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang lebih harmonis dan adil.
Kesimpulannya, konflik kepemilikan tanah adalah kasus yang sangat beresiko dan menyedihkan. Pada akhirnya, kepedulian dan solidaritas antar warga sangat lah penting dalam mengatasi kasus seperti ini. Semua pihak harus bisa fokus pada kepentingan bersama demi keharmonisan dan keadilan di masyarakat. Hal ini harus dijadikan sebagai pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan selalu diingat untuk tidak terbawa emosi dalam menyelesaikan suatu masalah yang dianggap merugikan suatu keluarga. (Bersambung…..).
Jurnalis: Roy Saba (Korwil NTT/NTB)