Detiktoday.com – Penembakan gas air mata ke tribun Stadion Kanjuruhan, pada 1 Oktober 2022 diduga dilakukan tanpa persiapan yang memadai, termasuk dalam hal kesiapan medis.
Direktur Lokataru, Haris Azhar menyebutkan, jika tembakan gas air mata ditujukan untuk memukul mundur massa, maka pemetaan dampaknya harus sudah dilakukan. Namun pemetaan dampak ini tidak ditemukan, baik dalam kenyataan yang ditemukan di lapangan maupun keterangan tertulis.
“Dampak buruknya apa, kan pasti butuh bantuan medis. Ternyata itu tidak mumpuni. Kalau sistematis, sudah jelas sistematis karena ada mobilisasi,” kata Haris, Minggu (9/10).
“Masak, mau bawa pasukan dengan gas air mata puluhan biji untuk menghalau 42.000 penonton, ditanya rasio keterpaparannya berapa, enggak ada. Harusnya ada dalam perencanaan. Dalam dokumen yang kita punya, itu enggak ada keterangan soal berapa mobil ambulans (yang disiagakan). Saya mau bilang bahwa syarat untuk mengatakan ini direncanakan, cukup kuat,” tegas Haris.
Ia menambahkan, satu orang saksi yang dimintai keterangan oleh mereka mengaku hanya diberikan air ketika dimasukkan ke dalam mobil ambulans.
“Tidak dikasih oksigen, tidak dikasih apa,” ujarnya.
Direktur Lokataru, Haris Azhar, meminta agar manifes gas air mata yang digunakan polisi dalam tragedi Kanjuruhan, diselidiki.
Secara spesifik, Haris cs mencurigai gas air mata yang digunakan itu kedaluwarsa. Ada tiga hal yang mendasari kecurigaan itu. Di antaranya, efeknya sangat cepat dan melumpuhkan sistem tubuh.
‘’Ada informasi yang kami peroleh, buruk banget dari semua korban yang kita temui, itu parah sesaknya, sampai pingsan dua kali” kata Haris.
Hal ini diperparah dengan pekatnya gas air mata karena polisi menembaknya berulang kali ke tribun penonton.
“Dengan kandungan yang diduga sudah expired, dengan volume yang seberapa banyak, dalam berapa menit, kalau dia tidak dapat pertolongan, mengakibatkan apa, pada badan yang seperti apa, itu pertanyaan penting di sana,” lanjutnya.